Sementara, saya juga dibingungkan oleh reaksi kontolku. Saya memang
merasakan sakit tapi sakit itu terasa sensual dan nikmat. Kontolku
berdenyut-denyut penuh gairah dan meneteskan precum ke atas perutku.
"Oohh.. Aarrggh.. Aahh.. Aarrgghh.."
Saya
merasa sangat dipermalukan, disodomi di depan ayahku sendiri. Tapi saya
malah merasa bahwa hal itu makin merangsang nafsu birahiku.
Pelan-pelan, saya mulai dibutakan oleh nafsu dan mulai berpikir dengan
kontolku. Mulutku mulai meracau dan menyemangati om itu. Saya ingin
merasakan sakit akibat disodomi, saya ingin diperkosa oleh om itu.
"Aahh.. Ngentot lagi om.. Oohh.. Lebih keras.. Hhoohh.. Enak banget om.. Aahh.."
Om itu dan ayahku terkejut mendengar omonganku. Om itu tersenyum, puas sekali melihat perubahan seksualitasku.
"Hhohh..
Loe suka kontol om kan? hhoosshh.. Rasakan kontol om.. Aahh.. Gue
ngentotin loe kayak pelacur.. Aahh.. Om bakal ngecret di pantat loe..
Aahh.. Hhoosshh.."
Om itu makin gila mengentotiku. Desah napasnya
menderu-deru seperti mesin. Tubuhnya yang seksi berkilauan, karena
keringat. Ayahku nampak tak ragu-ragu lagi, dia sibuk mencoli kontolnya
sambil melihatku disodomi. Rasa sedih dan bersalah yang tadi
menghantuinya, sudah hilang entah ke mana. Yang ada di wajahnya kini
hanyalah nafsu birahi homoseksual.
"AARGGH!!" erangku saat om itu
menghentak makin keras. Kontolku sudah menciptakan kolam precum di
pusarku dan precum itu meleleh turun melewati perutku dan mendarat di
atas ranjang.
"AARRGGHH!!" Anusku kini terasa blong, tanpa
pertahanan. Kontol om itu dengan bebas menyodomiku. Saya ingin ngecret,
rasanya sungguh horny, tapi tanganku terikat.
"Aahahh.. Hhoohh..
Fuck! oohh.. Om.. Pengen ngecret.. Aahh.." Namun om itu tidak
mendengarkanku, sibuk mengentotin pantatku. Ayahku datang mendekat dan
malah memegang-megang kontol ngacengku. Ayahku mencoli kontolku.
"Aahh.. Pa.. Oohh.. Enak banget Pa.. Aahh.."
Dan tiba tiba erangan-erangan keras terdengar dari om itu.
"AARGGH!! OOHH!! Gue bakal keluar! aahh.." CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!
"AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" Cairan kelaki-lakiannya tertumpah masuk ke dalam liang anusku.
Anusku berkedut-kedut, belum biasa mendapatkan banjir panas macam itu. Sambil ngecret, om itu terus saja menyodomiku.
"AARGGHH!! AARGGHH!!" teriaknya. CCRROOTT!! CRROOTT!! CCRROOTT!! Saya hanya bisa ikut mengerang, merasakan hentakan kontolnya.
Rasanya
sungguh nikmat sekali. Saya senang bisa memuaskan nafsu birahi
homoseksual om itu meskipun saya harus mengorbankan keperjakaanku. Om
itu telah membuatku tersadar akan homoseksualitasku dan saya berterima
kasih padanya. Saya tidak membencinya lagi.
Saat pejuhnya telah
selesai dimuncratkan, om itu membungkukkan tubuhnya dan menciumiku.
Kontolnya yang mulai melemas pelan-pelan keluar dari anusku. Kami
berciuman mesra seperti sepasang kekasih. Lidah om itu menyerbu masuk
dan membelai-belai lidahku. Air liur kami bercampur tapi saya tak merasa
jijik. Selesai berciuman, om itu berkata.
"Makasih atas pelayananmu. Om sayang banget ama loe. Loe mau kan jadi anak om?"
Saya mengangguk, wajahku masih nampak kelelahan.
"Ya, Om. Saya pengen banget jadi anak Om. Saya akan melayani Om kapan pun Om mau. Saya juga sayang ama Om."
"Loe denger kan?" tanya om itu pada ayahku.
"Anak
loe pengen jadi milik gue. Gue akan membawanya malam ini juga. Tapi
jangan kuatir. Gue gak sejahat itu. Loe masih bisa nemuin anak loe. Dan
sebagai hadiah perpisahan, loe boleh ngentotin anak loe dan buat dia
ngecret. Kasihan, dia kan belum ngecret." Om itu menyingkir dan
membiarkan ayahku menggantikan tempatnya. Saya dan ayahku saling
berpandangan. Nafsu jelas sekali tergambar dalam mata kami berdua.
Ayahku
berkata, "Papa tau, Papa bukan Papa yang terbaik. Tapi Papa sayang
banget sama kamu, nak. Papa mencintaimu. Papa ingin sekali bersetubuh
denganmu, tapi Papa tidak berani mencoba, sampai saat ini, saat
kesempatan emas ini datang. Kamu mau kan dientotin Papa?"
Saya
terhenyak mendengar pengakuan ayahku. Dalam suasana horny seperti itu,
saya mengangguk-ngangguk. Saya pun harus jujur bahwa saya penasaran
dengan kontol ayahku. Meskipun anusku terasa sakit akibat dihajar kontol
om itu, namun saya ingin merasakan kontol ayahku.
"Entotin saya, Pa. Saya butuh kontol Papa."
"Oh, anakku," jawab ayahku terharu.
Tanpa
ada keraguan, ayahku mengangkat kedua kakiku dan meletakkannya di atas
bahunya. Sesaat kemudian, kontolnya yang besar dan tegang langsung
memaksa masuk. Tapi berhubung anusku sudah jebol dan berhubung di dalam
liang pembuanganku dibanjiri sperma om itu, kontol ayahku dapat masuk
dengan leluasa.
"Oohh.." desahnya saat kepala kontolnya bergesekkan dengan dinding duburku.
"AARRGGHH!!
Pa, sakit sekali!" keluhku. Maklum saja, lubang anusku kan masih lecet
akibat serangan om tadi. Tapi rasa sakit itu malah terasa sensual dan
nikmat.
"Oohh.. Aahh.." Saya terangsang sekali melihat ayahku sendiri
sedang menyodomiku. Saat ayahku mulai menggenjot pantatku, saya meracau
keenakkan.
"Aahh.. Pa ngentot terus.. Aahh.. Saya suka kontol Papa..
Oohh.. Gede banget.. Aahh yyeess.. Oohh.. Enak sekali.. Uugghh.."
Ayahku dan saya dikuasai nafsu.
Kami tak peduli bahwa kami
sebenarnya adalah ayah dan anak dan bahwa hubungan seks, apalagi
homoskes, di antara kami itu sangat dilarang. Tapi jika nafsu sudah
bicara, akal akan kalah.
"Aahh.. Yyess.. Ngentotin anakmu ini Pa.. Aahh.. Anakmu butuh kontol Papa.. Aarggh.. Oohh yyeaahh.. Aahh.."
"Oohh..
Papa juga butuh anak Papa.. Aahh.. Oohh.. Pantatmu enak banget..
Oohh.." Ayahku mendesah-desah, matanya terpejam. Pinggulnya
memompa-mompa pantatku semenatra kontolnya menggali lebih dalam.
Pejuh
om itu mulai bertetesan keluar, membasahi pantat dan ranjang. Bunyi
'kecipok-kecipak' bergema di kamarku. Om itu kembali terangsang
melihatku di'perkosa' oleh ayahku sendiri. Tangannya kembali mencoli
kontolnya yang kembali tegang. Sambil asyik bermastrubasi, om itu
melepaskan ikatan tanganku. Dia tak takut kalau saya akan kabur.
Lepas
dari ikatan, saya meraih tubuh ayahku dan mengelus-ngelus dadanya. Ah,
seksi sekali. Ayahku memang biasa-biasa saja. Tapi tubuhnya terlihat
sangat merangsang.
"Oohh.. Oohh.. Aahh.." desahku seraya merasakan bentuk dadanya.
Ayahku
mengangkatku sambil tetap menyodomiku. Dia memang kuat sekali. Saya
bercengkeraman kuat pada lehernya, takut jatuh. Ayahku berpindah ke
ranjang dan duduk di situ, memangkuku. Kontolnya terus menerus
menyodomiku. Bagaikan anak kecil yang membutuhkan kasih sayang ayahnya,
saya bergelayut mesra dan membelai-belai wajah ayahku. Kucium bibirnya
sambil menahan perih akibat sodokan kontolnya. Ayahku menyelipkan satu
tangannya ke kontolku dan mencolinya sementara tangannya yang lain
memeluk pinggangku.
"Aarrggh.. Pa.. Ngentotin saya Pa.. Aahh.. Papa.. Oohh.."
Erangan-eranganku
terdengar seksi di telinganya dan memacu birahinya. Ayahku semakin
dekat, dekat dan dekat pada puncak kenikmatan, dan akhirnya.. CCRROOTT!!
CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuhnya menyembur masuk ke dalam anusku yang
longgar, bercampur dengan pejuh om itu. Rasanya panas, seperti lava.
"AARRGGHH!! AARRGGHH!! OOHH!! OOHH!!" erang ayahku seraya mencengkeram pinggangku kuat-kuat.
Saya
bertahan dan membiarkannya memuaskan nafsu homoseksualnya padaku sampai
akhirnya dia selesai menyemprotkan benihnya. Benih yang dulu
menciptakan diriku kini berada di dalam anusku. Saya merasa lengkap,
puas, dan bahagia. Kucium ayahku sekali lagi sambil mendesah-desah.
Ayahku
masih mencoli kontolku. Dengan atmosfir yang berbau homoseks dan
melihat ayahku dan temannya yang telanjang bulat sudah cukup untuk
menyalakan api nafsuku. Saya pun terbawa ke puncak orgasme.
"AARRGGHH!!" erangku sambil memeluk ayahku kuat-kuat.
CCRROOTT!!
CCRROOTT!! CCRROOTT!! Spermaku terpancar keluar dan tersemprot mengenai
dada kami. Gelombang orgasme yang luar biasa mengejang-ngejangkan
sekujur tubuhku. Saya hanya bisa memeluk tubuh ayahku dan berpegangan
sambil kelojotan. Ayahku yang kuat menahan kekejangan tubuhku seraya
membisikkan kata-kata kotor. Oh, dia tahu bagaimana membuatku
terangsang. CCROOTT!! CCRROOTT!
"Aahh.." desahku saat semuanya usai. Kami berpelukan mesra selama beberapa saat lalu ayahku memindahkanku ke ranjang.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar