Sambil bibir melumati dadanya, tangan-tanganku pelan merosotkan celana
itu ke lantai. Aku melirik dari lumatan di dadanya. Yang tinggal
hanyalah gundukkan besar dibungkus celana dalam katun coklat. Mungkin
sudah dekil. Tetapi tanganku yang tak peduli langsung mengelus, mencemol
dan meremas-remas gundukkan besar itu.
Aku terkesima pada hangat
dan liatnya gumpalan otot itu. Kontol Kang Saridjo memang luar biasa
besar. Aku tak sabar untuk selekasnya menjamahi. Tetapi Kang Saridjo
justru meraih mukaku, mengamati. Dari bibirnya yang tebal dengan
lingkaran kumisnya yang berantakkan dia berucap, "Achh... Aden cakep
banget..."
Dan bibir tebal itu langsung memagut bibirku. Aku
menyambutnya dengan penuh nafsu. Aku rasakan duri-duri rambut di dagu
dan pipinya menusukki pipiku, bibirku. Aku juga terangsang banget dengan
bau keringatnya yang merebak dari tubuhnya. Aku pepetkan tubuhku lebih
lengket ke tubuhnya. Aku benamkam mukaku ke mukanya, lehernya. Aku
berusaha menghirupi bau tubuh itu.
Semuanya itu seperti simponi
birahi. Kenikmatan syahwat melanda dari celah tangan-tanganku yang terus
meremas dan membetoti kontolnya, dari mukaku yang tenggelam ke lehernya
sambil bibir memagut, dari tubuhku yang lengket keringat dengan
tubuhnya. Ahh.. Kang Saridjo.. Kenapa nikmat banget siihh.. Aku melenguh
sementara kudengar Kang Saridjo demikian juga. Kini kami sama-sama
telah tenggelam dalam syahwat 'cinta sejenis'.
Untuk lebih
leluasa aku giring bergeser menuju tempat tidur. Tepat ditepiannya
kudorong tubuhnya hingga terduduk dan kudorong lagi untuk telentang
dengan kedua kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Aku menindih tubuh
kekar itu dan mulutku langsung menjemput mulutnya yang dia sambut pula
dengan penuh nafsunya. Dia memeluki tubuhku sambil menggeram-geram lirih
melampiaskan desakan birahinya.
Tangan-tanganku tak mau tinggal.
Terus meraba-rabai bagian tubuhnya dan merogoh kontolnya di balik
celana dalamnya. Genggamanku terasa sangat mantap. Batang gede milik
Kang Saridjo terasa berkedut-kedut dan hangat dalam tanganku. Aku
meremas-remas pelan penuh perasaanku.
Akhirnya Kang Saridjo
sendiri yang mencopot celana dalamnya. Dengan sedikit mengangkat bokong
kemudian melipat pahanya dia tarik lepas celana dalam dekil itu. Aku
terus memagut dagunya, lehernya, dadanya dan terus turun hingga ke
otot-otot perutnya. Bulu-bulu yang melebat terhampar dai bagian depan
tubuhnya membuat aku sangat keranjingan. Sedotan dan ciuman bertubi tak
putus-putus kulepaskan pada tubuh penuh keringat dan bau lelaki itu.
Kang
Saridjo nampak tak mampu menahan kenikmatan yang dia dapatkan. Dia
mengaduh-aduh pelahan takut didengar temannya, sambil tangannya mulai
mendorong kepalaku agar terus meluncur ke bawah. Aku merasakan dan tahu,
dia pengin merasakan betapa mulutku menciumi dan mengulum kontolnya.
Acchh.. Kangg.. Jangan khawatir.. Aku siap menjemput batang panasmu..
"Ayoo.. Dd.. Denn... saya udah nggak tahan nihh..!," dia mendesis. Tangannya semakin kuat mendorong kepalaku.
"Ayyoo.. Den.. Saya mau keluarr..!"
Wah,
gawat. Rupanya desakan syahwat Kang Saridjo demikian menggebu.
Peristiwa pertama bagi dia pasti merupakan sensasi yang hebat. Aku cepat
menjemputnya. Sebelum mengulumnya aku ciumi terlebih dahulu jembutnya
kemudian batang dan bijih pelernya. Bau kelelakiannya benar-benar
menengelamkan aku dalam syahwatku sendiri.
Saat itu kulihat pada
lubang kencingnya nampak membasah bening. Precum Kang Saridjo menunggu
jilatan lidahku. Dan tanpa lagi disuruh lidahku sudah menjulur menjemput
cairan bening asin itu. Lidahku bermain mengebor lubang kencing Kang
Saridjo. Akibatnya..??
Dia mendesis keras menahan nikmat sambil
tangannya dengan pedas meremas kepalaku. Kang Saridjo tak mampu menahan
kenikmatan yang luar biasa saat lidahku menjilat. Pada saat itu juga
dari kontolnya menyembur sperma panas. Sperma itu sangat kental dan
kenyal. Serasa aku bisa menggigitnya. Mengangguk-angguk sekitar 6 kali
lebih kontolnya menyemburkan spermanya ke wajahku.
"Addeenn..
Deenn.. Denn.. Maapin saya dd.. Eenn.. Maapin saya yaa ddeenn..."
sepertinya orang menyesal Kang Saridjo mengeluarkan sperma sambil
desahan iba telah berlaku macam begitu padaku. Aku tahu. Peristiwa ini
sangat membuatnya 'merasa salah' pada dirinya. Dia pikir telah berlaku
'kurang sopan' padaku.
Namun justru suaranya itu pula yang
membuat aku semakin keranjingan. Kujemput kontolnya masuk dalam
kulumanku. Kumainkan jilatan-jilatanku pada lehernya, lubang kencingnya,
batangnya. Kusedoti spermanya yang tercecer di jembutnya. Juga dari
pipi dan daguku. Kumakan semua sperma Kang Saridjo yang muncrat itu.
"Jj.. Jaangann.. Dee.. Nn. Kotorr..."
Tetapi
siapa yang bisa menahan gelora nafsuku pada saat seperti ini. Ciumanku
juga melatai selangkangannya kemudian pahanya. Kontolku terasa ingin
memuncratkan isinya pula. Aku tidak menunggu apa yang akan dilakukan
Kang Saridjo. Dengan menciumi kemaluan, jembut, selangkangan dan pahanya
birahiku memuncak dan meledak.
Spermaku muncrat tumpah di tubuh
Kang Saridjo dan kasurku. Aku berteriak histeris tertahan bak anjing
yang meregang nyawanya untuk kemudian jatuh lemas ke kasur di samping
tubuh telanjang Kang Saridjo. Untuk beberapa saat kami saling terdiam.
Sore
menjelang pulang kutahan Kang Saridjo agar menemani aku yang di rumah
sendirian. Teman-temannya nggak ada yang curiga. Semula Kang Saridjo
menampakkan keraguannya.
"Saya belum pamit orang rumah, Den," katanya.
"N'tar gue bilangin bini lu, Djo," sergah temannya membuat Kang Saridjo terpaksa mengikuti keinginanku.
Aku
yakin sesungguhnya dia juga ingin. Mungkin untuk menunjukkan kepada
teman-temannya bahwa nggak ada apa-apa di balik permintaanku itu. Begitu
teman-temannya meninggalkan halaman rumah segera kututup pintu halaman
dan sekaligus kugerendel. Aku rangkul Kang Saridjo menuju kamar tidurku
kembali. Aku ingin puas-puaskan syahwatku bersama tukang AC yang kekar
dan gempal ini.
Kenikmatan yang kami awali sejak siang tadi
ternyata membakar nafsu syahwat kami menjadi berkobar. Begitu memasuki
kamar kami langsung berguling dan saling memagut. Kang Saridjo tak
merasa canggung lagi. Malahan dia yang mulai ngomong,
"Isepan Aden tadi siang bener-bener hebat, Den. Saya belum pernah merasakan kenikmatan macam itu. Rasanya pengin lagi, nih"
"Jangan
kewatir Kang, aku juga belum pernah nemu pejuh kentel macam kamu punya.
Rasanya macam dawet, bisa di seruput dan di gigit-gigit. Pejuhmu gurih
banget Kang. Boleh kasih lagi, dong"
"Pokoknya, Den, apa yang Aden mau saya boleh kasihkan untuk Aden"
"Bener, nih..."
Terus
terang memang aku yang lebih 'jemput bola' dari pada Kang Saridjo. Dia
akan ngikut saja apa yang kumau. Kami langsung menelanjangi diri
masing-masing. Kang Saridjo rebah telentang di kasurku. Tak pernah
kubayangkan sebelumnya bahwa didepanku kini ada tubuh kuli kecoklat
hitaman yang gempal, keker, penuh bulu yang siap aku menikmatinya.
Kami
masih saling melumat. Tanganku terkadang gemas meremasi bagian
daging-daging punggung atau lengan atau paha atau betisnya. Sungguh
tampilan Kang Saridjo benar-benar membakar nafsu libidoku. Rasanya aku
mau menelan seluruh tubuhnya. Kalau dibanding ukuran tubuhnya, aku yang
168 cm, 62 kg dibanding dengan Kang Sarijo yang mungkin 170 cm dengan
beratnya yang hampir 80 kg. Sungguh aku sedang berhadapan dengan raksasa
berbulu. Kucemoli pahanya. Kang Saridjo meringis sambil melumat-lumat
bibirku. Duh.... Pedihnya bibir ini..
Tiba-tiba dia berhenti. Matanya menutup. Dia mengeluarkan bisikkan serak menahan gelora...
"Terserah Aden, dah.. Saya ngikut..."
Nampaknya
dia ingin mengulangi kenikmatan yang dia dapat siang tadi. Aku sangat
bernafsu. Kuamati sesaat tubuh raksasa itu sebelum kuangkat kedua
lengannya ke atas kepalanya. Kini kusaksikan lembah gempal ketiaknya
yang lebat berbulu. Aku mulai melata, menciumi dari tulang iganya naik
menuju ke ketiaknya. Aku lakukan dengan sepenuh gairah nafsuku. Dengan
penuh merasakan mili demi mili lidahku melata.
Bau tubuh berbulu
itu mengiringi dan mendorong rangsangan libidoku tanpa batas. Lidahku
terus menjilat untuk menyapu rasa asin dari setiap pori tubuhnya. Kang
Saridjo tak henti-hentinya melenguh, merintih terkadang seperti mengigau
karena menanggung nikmat jilatan dan gigitanku.
Sampai pada
puting-putingnya gigiku menggigit-gigit kecil yang menimbulkan gatal
birahi pada dada Kang Saridjo. Tanganku terus menahan agar ketiak Kang
Saridjo terbuka menunggu jamahan lidah dan bibirku. Sangat mengairahkan
bila tiba saatnya hidung pada tepian ketiak itu. Aromanya yang menyergap
membuat darahku mengalir cepat. Tak sabar rasanya lidah dan bibirku
melumati ketiak seksi itu. Kang Saridjo baru merasakan hubungan seksual
macam ini.
Bersambung . . . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar