"Harus dipancing dulu, biar bangkit. Baru..," lanjutnya sambil mulai memegang miliknya lagi.
Aku menelan ludah, "Dipancing pake apa Pak?"
"Apa saja. Yang penting bisa bikin merangsang. Ha..ha.." tawanya terdengar agak canggung.
Jangan-jangan
ia mulai nervous dengan perkembangan suasana yang tampaknya makin
mengarah ini. Aku sendiri juga agak nervous dengan situasi ini. Tapi
kulihat tangan Pak Is masih berada di bagian depan sarungnya, dan
sesekali tanpa sadar mengelus-elus daerah itu.
"Coba..," aku nekat memberanikan diri mencoba mengulurkan tanganku untuk ikut memegang miliknya.
Sebenarnya
aku agak ragu melakukan itu. Aku tidak mau dianggap kurang ajar. Tapi
tampaknya semua sudah terlanjur. Dan ternyata Pak Is membiarkan saja
ketika tanganku menyentuh bagian depan sarungnya. Yang pertama kurasakan
adalah bagian itu terasa kenyal-kenyal padat dan belum bangun. Meski
masih tertutup sarung, terasa sekali bonggolan pada bagian kepalanya.
Tanganku lalu merambah ke bagian kantung zakarnya dan kuremas. Kulitnya
tebal dan agak kasar. Mungkin banyak ditumbuhi bulu. Pak Is
senyum-senyum saja melihat apa yang kuperbuat.
"Dibuka saja ya Pak..," suaraku terdengar agak bergetar.
Pak
Iskandar lalu melepas sendiri simpul sarungnya, dan membiarkan tanganku
menelusup masuk dan menarik bagian depannya ke bawah. Kini tampak jelas
bulu lebat memenuhi sekeliling batang kemaluan dan buah zakarnya.
Langsung kugenggam otot vital yang masih lemas itu. Kupijat dan
kuurut-urut pelan, maju mundur. Kudengar Pak Is mulai gelisah dan
beberapa kali nafasnya mendesah pelan.
"Enak?" tanyaku sambil menatapnya.
Yang
kutanya mengangguk ringan sambil tersenyum. Tanganku lalu makin kuat
meremas. Pak Is pun makin gelisah. Ia kemudian menyandarkan punggungnya
seolah pasrah dengan segala perbuatanku. Matanya terpejam meresapi
setiap gerakan tanganku di sepanjang batang kemaluannya.
Masih
dalam posisi duduk bersandar, Pak Is kemudian pelan-pelan mengangkat
pantatnya dan melepas seluruh sarungnya. Kini dapat kulihat kedua
pahanya yang gempal itu penuh dengan bulu hingga ke bagian kakinya.
Tanganku pun semakin bersemangat menyerangnya. Apalagi ia kemudian
membuka pahanya lebar-lebar, seolah memintaku untuk berbuat lebih jauh.
Segera kuarahkan tanganku ke buah kemaluannya dan jari-jariku pun mulai
bermain di sana. Kurasakan daerah itu mulai basah oleh keringat,
menyebarkan aroma yang khas dari tubuh seorang lelaki.
Kini
miliknya sudah membesar dan makin lama makin mengeras. Ini pertama kali
aku dapat melihat bagian tubuh paling rahasia dari laki-laki yang selama
ini telah menarik perhatianku. Barangnya tergolong besar dengan bentuk
yang bagus, terutama bagian kepalanya yang membengkak itu. Ingin rasanya
mendaratkan lidahku ke sana. Tapi tampaknya saat ini aku tidak dapat
gegabah untuk langsung berbuat lebih jauh. Harus hati-hati dan perlu
penjajakan. Karena sejauh pengamatanku, Pak Is bukan golongan orang yang
'sakit'.
"Ke dalam saja yuk..!" tiba-tiba Pak Is menginterupsi kegiatanku.
"Wah, lampu makin hijau nih," pikirku.
Segera
saja kami menuju ke kamar tidurnya. Sarungnya dibiarkan teronggok di
bawah kursi ruang keluarga, dan ia berjalan ke arah kamar hanya memakai
kaos oblong, sementara bagian bawah tubuhnya polos tanpa penutup apapun.
Pantatnya yang padat itu tampak menyembul seksi dari bagian belakang
oblongnya, sementara di bagian depan, benda bulat panjang miliknya
tampak berayun-ayun ketika berjalan menuju kamar.
"Celanamu dibuka juga dong..," katanya setengah berbisik begitu kami sampai di dalam kamar.
Aku
segera melepas ikat pinggang dan celana panjangku. Punyaku yang sudah
tegang dari tadi langsung menyembul keluar dari celana dalam. Pak Is
hanya tersenyum saja melihatnya.
"Gede juga punya kamu," ia berkomentar sambil menuju ke arahku.
Tangannya
lalu menelusup masuk ke cawatku, menggenggam dan mencoba meremas-remas
batang kemaluanku. Inilah sentuhan pertamanya, dan aku merasakan ada
yang berbeda dari sentuhan-sentuhan yang selama ini pernah kurasakan.
Pak Is sepertinya seorang 'The Great Toucher'.
"Kita saling bantu ya..," bisiknya seolah meminta ijin sambil tangannya pelan-pelan menarik celana dalamku ke bawah.
Aku
tidak tahu kenapa Pak Is terus berbisik-bisik tiap mengatakan sesuatu.
Barangkali ia was-was atau memang belum pernah melakukan ini sebelumnya.
Aku
tidak menanggapi bisikan Pak Is tadi. Karena tanganku sibuk melepas
baju kantorku hingga tinggal kaos singlet saja yang kukenakan. Aku
mencoba melihat reaksinya, apakah ia 'setuju' jika aku mencopot semua
pakaianku. Pak Is tampaknya tidak bereaksi apa-apa dengan
ketelanjanganku, maka segera kutarik singletku ke atas dan kulepas ke
lantai. Bersamaan dengan itu, Pak Is membetot milikku cukup keras,
sampai aku tersentak. Ia malah tertawa berderai-derai. Segera kusambar
barangnya dan gantian kubetot. Tapi ia mencoba menghindar dengan menarik
pantatnya ke belakang. Tanganku terus mendesak dan tidak kulepas
betotanku. Kami berdua seperti anak kecil yang sedang bercanda. Padahal
kami adalah dua laki-laki dewasa, dan ini bukan main-main. Ini serius,
permainan orang dewasa.
"Kaosnya nggak dibuka Pak?" kataku seperti mengingatkan dia.
"Emang
mau main lebih jauh apa?" sahutnya skeptis sekaligus menantang, tapi
kemudian ditariknya kaosnya ke atas dan melemparkannya ke lantai.
Kini
aku dapat melihat keseluruhan tubuh lelaki ganteng ini. Tubuhnya memang
tegap. Badannya agak gempal tapi padat. Bulu badannya yang tadi sempat
kulihat tumbuh di bagian perut, ternyata juga tumbuh subur di sekitar
dadanya.
"Banyak bulunya ya..," komentarku sambil mengusap-usap dada dan perutnya.
"Ya begitulah. Katanya sih masih ada turunan Arab-nya," jawabnya sambil ikut mengusapi sendiri bulu yang ada di dadanya.
Pantas,
kalau diperhatikan dengan jeli, wajahnya Pak Is memang rada tipikal
'timur tengah', meskipun kesan itu tidak terlalu kuat. Mungkin ia
turunan ke sekian dari darah Arab yang mengalir di tubuhnya. Tapi
sisa-sisa gen itu masih ada, hidung mancung, garis alis yang tajam,
kumisan dan.. ukuran barangnya yang termasuk ukuran kuda Arab, 'king
size'.
"Pantas!" hanya itu yang keluar dari mulutku menanggapi ucapan Pak Is tadi.
"Apanya yang pantas?" tanyanya agak bingung.
"Pantas punya Bapak gede begini. Arab!" kataku sambil memilin-milin miliknya.
Pak Is sedikit tersentak ketika pilinanku menjadi sebuah remasan yang kuat.
"Punyamu juga lumayan kok," balasnya sambil gantian memilin-milin batang kemaluanku.
"Mau mulai sekarang..?" bisiknya kemudian sambil mulai mengocok-ngocok punyaku.
Uuhh,
badanku langsung bergidik merasakan kocokan tangannya. Kurasakan ada
yang berdesir-desir di bagian bawah tubuhku. Geli campur enak. Enak
campur geli. Belum pernah aku onani dibantu seperti ini.
Sejenak
aku terbuai dalam kenikmatan baru. Mataku terpejam merasakan ketrampilan
tangan Pak Is dan meresapi setiap sentuhan yang tampaknya ia lakukan
dengan penuh perhitungan, sehingga membuatku benar-benar hanyut oleh
rasa nikmat. Sampai-sampai Pak Is mengingatkan aku untuk mengonaninya
juga dengan mengarahkan tanganku ke pusat selangkangannya. Dalam posisi
berdiri kami akhirnya saling kocok satu sama lain. Wajah Pak Is sudah
mulai tegang serius. Matanya memicing menatapku. Mulutnya tampak
mendesis-desis. Entah kegelian atau kenikmatan, atau kedua-duanya.
Beberapa butir keringat sudah mulai muncul di keningnya. Aku sendiri
mulai berpeluh merasakan permainan yang makin memanas ini.
Aku
tidak mau bermaksud kurang ajar sebenarnya, tapi demi melihat tahap demi
tahap peristiwa malam ini yang sama sekali di luar dugaanku, aku sempat
berpikir untuk melakukannya hal yang lebih jauh terhadap Pak Is. Lagi
pula semua sudah kepalang basah. Kalau pun ada penolakan darinya, toh
tahapan seksual yang kami capai malam ini sudah cukup jauh untuk ukuran
dua orang lelaki seperti kami.
Maka aku pun menyampaikan keinginanku padanya, "Pak Is mau diisap?" aku berbisik pelan ke telinganya.
Pak Is sempat memundurkan kepalanya karena kaget.
"Hah..? Nggak salah nih..?" katanya menatapku dengan tajam, tapi bibirnya menyungging senyum.
Gantian aku yang kaget. Ini penolakan atau..?
"Dik Tanto, memang.. mau..?" suara Pak Is terdengar hati-hati.
Aku mengangguk meyakinkannya.
Sejenak
kami diam, berpandangan. Entah pikiran apa yang berkecamuk di benak Pak
Is. Kalau aku sih nggak ada masalah. Bahkan kalaupun aku berhasil
melakukannya, aku tidak mengharap ia mau membalas perbuatanku.
"Gimana..?" aku memecah kebengongannya.
Tangan kami kini sudah terlepas dari 'burung' masing-masing.
"Dik Tanto serius nih?"
Aku menjawabnya dengan meremas miliknya agak kuat.
Lalu
tanpa basa basi lagi, aku berjongkok dan langsung melahap kepala
kemaluannya. Kurasakan badan Pak Is agak tersentak dan kemudian
mengejang. Apalagi ketika lumatanku hampir menelan seluruh batangnya.
Tidak lama kemudian tangannya mulai memegangi kepala dan rambutku. Dan
pegangan itu makin lama makin kuat seiring dengan kuatnya lumatanku pada
meriam kecilnya. Kudengar berkali-kali Pak Is mendesah 'ahh'. Sesekali
diiringi desisan seperti orang kepedasan. Aku semakin gencar memainkan
mulut dan lidahku di sepanjang batang yang kini terasa makin tegang,
pejal, panas.
Tiba-tiba Pak Is menarik bahuku ke atas. Sepertinya
ia tidak kuat menghadapi permainan mulutku. Wajahnya tampak memerah dan
nafasnya tidak beraturan.
"Aduh.., isapanmu..," Pak Is tidak tuntas
bicaranya, tapi aku dapat menangkap bahwa ia terkesan sekali dengan
perbuatanku di bawah tadi.
"Mau dilanjutkan?" aku menantang sambil mengusap mulutku yang basah oleh air liurku sendiri.
Tapi
Pak Is menggeleng, "Nanti saja. Bapak nggak nyangka kalau isapanmu
ternyata lebih enak," kata Pak Is tanpa menyebut dengan siapa aku
dibandingkan.
Tapi tentu saja yang ia maksud adalah istrinya.
"Kita saling kocok saja ya..," kata Pak Is seperti memohon dan kemudian mulai meloco punyaku.
Aku
ikuti saja kemauannya. Mungkin ia masih kagok dihisap oleh sesama
lelaki, meskipun kenyataannya ia menikmatinya. Makin lama gerakan tangan
dan jemari Pak Is makin trampil. Mungkin ia sudah terbiasa
melakukannya. Dan tampaknya ia tahu persis bagian-bagian mana yang
sensitif dari kemaluanku. Beberapa gerakan tanganku pun terpengaruh oleh
gerakan tangannya. Aku seperti dipandu oleh Pak Is selama acara
kocok-mengocok ini.
Dan akhirnya aku lah yang pertama kali
'muncrat'. Orgasmeku terasa sangat nikmat karena tangan Pak Is dengan
pintarnya menciptakan gerakan-gerakan tertentu di sela-sela puncak
kenikmatan itu. Aku harus mengakui, ia benar-benar trampil bermain
tangan.
Beberapa saat kemudian, masih dalam pengaruh orgasme yang
belum sepenuhnya reda, aku tanpa permisi lagi berjongkok di bawah
selangkangan Pak Is dan langsung kulahap miliknya yang kini sudah sangat
meradang. Kukerahkan segala cara yang kuanggap dapat membuatnya
kelojotan. Dan memang tubuh Pak Is kurasakan mengejang berkali-kali.
Suaranya sudah seperti orang gila yang meracau tidak jelas. Tampak jelas
ia sangat keenakan dengan lumatan-lumatan mulutku.
Batangnya
kurasakan semakin membesar saja, makin hangat dan makin keras. Sementara
bagian kepalanya kemaluannya tampak semakin gelap dan mengkilap.
Sepertinya gunung birahi sudah menampakkan tanda-tanda akan meledak dan
memuntahkan laharnya. Dan aku harus menuntaskannya.
Maka ketika
gerakan pinggul Pak Is makin tidak karuan, segera kutelusupkan mulut dan
lidahku ke gundukan kantung buah zakarnya yang tebal. Pak Is pun
kemudian berteriak tertahan, sebelum akhirnya air maninya menyemprot
berkali-kali dan jatuh di atas wajahku yang masih tenggelam di bawah
gundukan bola Adam miliknya. Sengaja kubenamkan dan kugesek-gesekkan
hidung dan mulutku di pusat produksi sperma itu. Ia makin kelojotan.
Selama
ejakulasi tadi, badan Pak Is tampak tersengal-sengal, sesekali
mengejang dan menyentak-nyentak. Entah ada berapa semprotan tadi yang
keluar. Yang jelas, dagu dan pipiku penuh berleleran cairan kental putih
dengan aroma yang khas menyegarkan. Ketika semuanya tuntas, Pak Is
segera menjatuhkan tubuhnya ke ranjang dan rebah telentang di sana.
Nafasnya tampak ngos-ngosan. Matanya terpejam, tapi bibirnya sedikit
terbuka, mengeluarkan lenguhan kepuasan. Aku hanya dapat memandanginya
dari tempatku berdiri.
"Lain kali aku dapat membuatmu lebih gila dari malam ini," pikirku.
Pengalaman
malam itu merupakan awal dari hubunganku dengan Pak Iskandar. Tapi kami
jarang melakukan di rumahnya, apalagi kalau ada keluarganya. Pak Is
lebih sering main ke tempat kostku, dan kami melampiaskan hasrat seks di
kamarku. Sejauh ini kami hanya sebatas saling meloco. Sementara oral
seks kulakukan secara sepihak, karena Pak Is belum 'tega' melakukan itu
padaku, baru dalam taraf mencium-cium milikku saja. Tapi bagiku itu
sudah cukup. Mungkin perlu waktu dan pendekatan yang lebih intens lagi
sebelum aku mengajak Pak Iskandar berbuat lebih jauh dan lebih gila
lagi.
BalasHapusgak cari BF yg sempurna... cukup yg penampilan menarik & gak ngondek....
juga buat yg nganggur? x minat merantau cari kerja luar daerah...
PM / add aja...
siap bantu kalo cocok orangnya...
bisa diajak mandiri & gak berat di gengsy!
tiket pesawat bisa diatur...
salam kenal aja dulu !
(maaf... penawaran ini tidak berlaku buat yg ngondek / keriting)
hingga ditraktir tiket pesawat, mungkin saya ada pertimbangan tersendiri.
berpotensi BFan!
sedikit selektif boleh khan?
hanya diberi "kode booking" tidak ditransfer uang.
maklum di dunia maya banyak Mafia.
soalnya ini benar" free & ikhlas !
thanks brother....
081949484385 / 24c54a02